Anda mungkin mengenal
istilah untuk Distribution Store atau Distribution Outlet. Ya, biasanya
anak-anak muda menyebutnya sebagai DISTRO. Yaitu jenis toko di Indonesia yang
menjual pakaian dan aksesoris yang dititipkan oleh pembuat pakaian, atau
diproduksi sendiri. DISTRO umumnya merupakan industri kecil dan menengah (IKM)
dengan merk independent yang dikembangkan oleh kalangan anak-anak muda. Baik, Kali
ini saya akan mencoba sedikit membahas mengenai sejarah distro tetapi hanya sejarah
distro di Indonesia.
Sejarah Distro di
Indonesia
DISTRO mulai dikenal
sejak pertengahan ‘90-an di Kota Bandung. Awalnya, DISTRO hanyalah toko kecil
yang menjual barang-barang yang tidak ditemui di kebanyakan toko, shooping
mall, dan factory outlet. Berbekal modal seadanya, ditambah dengan hubungan
pertemanan dan sedikit kemampuan untuk membuat dan memasarkan produk sendiri,
maka kemudian muncul komunitas-komunitas yang menjadi pelanggan tetap.
Perkembangan ini
dimulai di sebuah studio musik, Reverse di daerah Sukasenang sekitar tahun ‘94.
Semula Richard (mantan drummer Pas Band), Helvi, dan Didit kemudian dikenal
dengan Dxxxt (3 orang pendiri pertama dari Reverse), hanya memasarkan
produk-produk spesifik yang terutama diminati oleh komunitas penggemar musik
rock dan skateboard. Reverse kemudian mulai menjual CD, kaset, poster, artwork,
asesoris, kaos (T-shirt), termasuk barang- barang impor maupun barang buatan
lokal lainnya.
Sejarah dan Perkembangan
Distro di Indonesia
Dari yang semula hanya
didatangi oleh penggemar musik rock dan komunitas skateboard, Reverse mulai
didatangi oleh beberapa kelompok yang berasal dari komunitas yang lain. Dari
yang meminati musik pop, metal, punk, hardcore, sampai pada kelompok skater,
BMX, surf dan lain sebagainya. Saat krisis ekonomi terjadi pada tahun 1998,
bisnis yang dijalani Reverse, mengalami masa sulit sampai akhirnya tutup.
Mereka tak mampu lagi membeli barang- barang dari luar negeri kerena nilai
dolar terhadap rupiah melambung tinggi dan tak terjangkau. Namun kondisi sulit
ini justru melahirkan fase baru dalam perkembangan industri clothing Bandung.
Kurangnya modal untuk
membeli barang-barang dari luar, membuat daya kreatifitas kedua pemuda ini
diasah. Ketika itu mereka berpikir, untuk dapat menghasilkan kaos sesuai dengan
keinginan mereka. Transformasi Reverse sebagai clothing company, dimotori oleh
Dxxxt pada bulan Februari 2004. Reverse kemudian menjelma menjadi label yang
memfokuskan dirinya pada fashion untuk pria. Urban Culture yang menjadi
keseharian tim kreatifnya, menjadi inspirasi dalam desain produk-produk
Reverse. Helvi vetaran Reverse, kemudian membangun clothing label bernama
Airplane yang memulai usahanya pada tahun 1997.
Sementara kegemaran
skateboard, bmx dan surfing yang ditekuni Dandhy dan teman-temannya, justru
memotivasi mereka untuk membuat produk-produk yang mendukung hobi yang mereka
cintai. Bukan hal yang mudah untuk menemukan fashion penunjang kegiatan surfing
di Bandung pada saat itu. Maka tahun 1996, dari rumah di dago 347 Bandung,
mereka mulai memproduksi barang-barang yang menunjang hobi mereka untuk
digunakan sendiri. Ternyata apa yang mereka pakai, menarik perhatian
teman-teman mereka.